Search This Blog

Thursday, November 25, 2010

MENCEGAH DAN MENGATASI GANGGUAN PADA GUSI

Penyakit gusi yang sering terjadi adalah peradangan pada gusi yang bahasa kedokterannya disebut gingivitis. Penyakit tersebut awalnya dari dental plak yang merupakan campuran lengket terdiri dari partikel makanan, lendir dan bakteri. Plak terbentuk karena kurang membersihkan gigi sehingga menumpuk di leher gigi dan memasuki ruangan-ruangan sempit antara perbatasan gigi dan gusi. Plak tersebut lama kelamaan akan menjadi endapan keras yang disebut kalkulus (tartar) yang terbentuk pada gigi.

Pada kejadian gingivitis, dental plak atau kalkulus yang terbentuk tersebut lama kelamaan dapat mengiritasi gusi hingga terinfeksi. Gusi yang terinfeksi akan menjadi radang dan menyebabkan tepi jaringan gusi yang berbatasan dengan gigi menjadi merah dan bengkak, serta tampak mengkilat atau licin. Pada waktu gusi membengkak akan terbentuk kantong atau celah antara gigi dan gusi yang merupakan tempat yang nyaman bagi plak. Radang gusi atau gingivitis juga menyebabkan gusi cenderung mudah berdarah, terutama ketika menyikat gigi atau membersihkan gigi dengan benang, atau ketika makan makanan yang keras. Pendarahan gusi seringkali membuat penderitanya malas untuk menyikat giginya karena menimbulkan sakit, hal tersebut menyebabkan plak dan sisa makanan semakin menumpuk sehingga lebih memperburuk kondisi radang gusi. Tanda lain yang ditimbulkan peradangan gusi adalan nafas yang berbau tidak sedap.

Radang gusi lebih sering terjadi karena kurangnya merawat kebesihan gigi dan gusi sehingga terjadi penumpukan plak yang kemudian dapat mengiritasi gusi. Peradangan pada gusi juga dapat terjadi karena defisiensi/ kekurangan vitamin, terutama vitamin C. Selain itu, juga berhubungan dengan diabetes, reaksi allergi, gangguan darah serta penggunaan kontrasepsi dalam mulut (oral). Gusi yang sering berdarah juga harus diwaspadai sebagai gejala dari leukemia. Penyakit radang gusi cenderung akan semakin berat apabila penderita sedang hamil, telah menopause atau ketika menggunakan pil KB.

Gingivitis atau radang gusi bila kurang mendapat perawatan akan menjadi parah dan menyebar ke gigi sehingga mengakibatkan gigi lepas/tanggal. Keadaan tersebut disebut dengan periodontitis, yang merupakan tahap lebih lanjut dari gingivitis, dengan peradangan gusi yang lebih parah. Periodontitis merupakan penyakit gusi yang hebat yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Higiene/kesehatan mulut yang buruk memberi tempat bagi bakteri untuk berkembang biak. Bakteri tersebut memasuki kantong-kantong yang ditimbulkan gingivitis, selanjutnya akan merusak gusi, tulang dan jaringan pengikat, lama kelamaan gigi bisa menjadi lepas. Pada pengobatan periodontitis diperlukan operasi untuk mencegah kambuh kembali, disertai juga dengan peningkatan kebersihan mulut dan memeriksakan giig secara teratur.

Berikut ini beberapa tips untuk mencegah peradangan gusi, antara lain ;

Merawat dan menjaga kebersihan gigi dan gusi
Menyikat gigi dengan sikat gigi lembut secara teratur setiap sehabis makan dan sebelum tidur untuk membersihkan sisa-sisa makanan agar tidak terjadi penumpukan plak dan mencegah infeksi kuman. Bersihkan juga sela-sela gigi dengan menggunakan benang gigi minimal 3 kali seminggu, karena di sela-sela gigi sisa makanan masih sering tertinggal.

Membersihkan dental plak secara teratur ke dokter
Kunjungi dokter gigi setiap 6 bulan sekali untuk membersihkan plak dan karang gigi (kalkulus). walaupun telah menyikat gigi secara teratur, namun plak masih dapat terbentuk terutama di bawah garis batas gusi.

Mengkonsumsi vitamin C
Vitamin C berkhasiat sebagai antioksidan dan meningkatkan kekebalan tubuh, mencegah infeksi termasuk infeksi kuman penyebab radang gusi, mempercepat penyembuhan luka. Sumber vitamin C alami banyak terdapat pada buah-buahan segar seperti kiwi, jambu bjin jeruk, tomat, sirsak, dan mangga. Sayuran yang banyak mengandung vitamin C antara lain brokoli.

Menghindari merokok
Merokok dapat meningkatkan risiko terkena radang gusi. Rokok dapat menekan sistem kekebalan sehingga tubuh sulit melawan infeksi.

Herbal atau tumbuhan obat yang digunakan untuk membantu mengatasi radang gusi antara lain daun sirih (Piper betle L.), sambiloto (Andrographis paniculata Nees.), kunyit (Curcuma longa L.), temu lawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.), krokot (Portulaca oleracea ).

Berikut ini contoh beberapa resep herbal untuk radang gusi :

Resep 1. (pemakaian luar)
10 lembar daun sirih + 1 sendok makan garam direbus dengan 800 cc air hingga tersisa 400 cc, disaring, hangat-hangat airnya digunakan untuk berkumur-kumur hingga mengenai seluruh gusi. Lakukan secara teratur hingga 5 kali sehari.

Resep 2. (untuk radang gusi yang disebabkan karena defisiensi vitamin C)
2 buah tomat + 1 buah kiwi + 1 buah air perasan jeruk lemon + madu, diblender, lalu diminum. lakukan 2 kali sehari

Resep 3.
25 gram empu kunyit (dikupas dan dipotong-potong) + 5 lembar daun sirih + 30 gram asam jawa + gula aren secukupnya, direbus dengan 500 cc air hingga tersisa 200 cc, disaring, airnya diminum. lakukan 2 kali sehari.

Resep 4.
10 gram sambiloto kering + 30 gram krokot hijau segar, direbus dengan 600 cc air hingga tersisa 300 cc, disaring, tambahkan 1-2 sendokmakan madu, diaduk, diminum 2 kali sehari.

Catatan : pilih salah satu resep yang sesuai, dan lakukan secara teratur. untuk perebusan gunakan panci enamel, panci kaca atau periuk tanah. Untuk radang gusi yang parah disarankan tetap konsultasi ke dokter.


Sumber: hembing

CARA MUDAH UNTUK MENCEGAH KERUSAKAN SEL



Kesibukan sehari-hari membuat orang kerap melupakan asupan makanan dengan zat gizi mikro memadai. Padahal, zat gizi mikro, seperti vitamin dan mineral, sangat penting bagi tubuh sekalipun dalam jumlah kecil.

Termasuk yang dipentingkan tubuh tersebut adalah vitamin dan mineral bersifat antioksidan yang berguna dalam menghindari kerusakan sel akibat aksi radikal bebas.

Penelitian yang dilakukan Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor (IPB) menunjukkan suplementasi multivitamin mineral dapat memperbaiki status beberapa zat gizi antioksidan dan kadar Superoksida dismutase (SOD). SOD merupakan enzim yang berfungsi memperbaiki sel dan mengurangi kerusakan sel akibat superoksida atau radikal bebas dalam tubuh. SOD ada di bagian luar dan dalam sel.

Salah satu peneliti, Dr Rimbawan, dari Fakultas Ekologi Manusia IPB memaparkan hasil penelitian tersebut di Jakarta beberapa waktu lalu. Penelitian itu juga pernah dipresentasikan dalam ”Allergy and Clinical Immunology Update in Daily Practice” yang diselenggarakan Jakarta Allergy and Clinical Immunology Network di Bogor, 26-27 Juni 2010.

Rimbawan menjelaskan, sebanyak 150 karyawati pabrik berusia 25-41 tahun menjadi responden dalam penelitian itu. Mereka merupakan kelompok wanita usia subur yang berisiko kekurangan zat gizi mikro dan terpapar stres oksidatif karena bekerja massal di ruang terbatas dan bekerja dalam posisi berdiri dalam waktu yang cukup lama. Para responden tidak menderita penyakit kronis, tidak sedang mengandung, tidak minum alkohol, dan tidak merokok.

Variabel yang diteliti antara lain kadar vitamin A, vitamin E, vitamin C, seng (Zn), dan selenium (Se). Variabel lainnya adalah status antioksidan dan enzimatik.

Sebanyak 150 responden itu dibagi ke dalam tiga kelompok dengan tiga perlakuan, yakni mendapatkan multivitamin, vitamin C saja, dan plasebo (tidak mengandung apa pun). Komposisi suplemen multivitamin mineral yang diberikan terdiri dari vitamin C, vitamin E, vitamin A, vitamin B6, asam folat, vitamin B12, vitamin D, selenium (Se), tembaga (Cu), dan zat besi (Fe). Para pekerja itu mengonsumsi suplemen satu tablet per hari selama 70 hari.

Setelah suplementasi selama sepuluh minggu terjadi perubahan kadar SOD sampel, yaitu pada plasebo 1274 + 417 unit/gr Hb. Adapun pada responden yang mengonsumsi multivitamin mineral mencapai 1550 + 598 unit/gr Hb. Hasil uji menunjukkan suplementasi multivitamin dan mineral memengaruhi kenaikan kadar SOD secara signifikan (p<0,05).>

Tidak berpasangan Radikal bebas merupakan atom atau molekul yang sebuah elektron tidak berpasangan di orbital sebelah luar (contohnya, O- atau OH-). Elektron tidak berpasangan itu kemudian mencari pasangannya dari sel sehingga merusak sel sehat. Radikal bebas dapat dibentuk karena metabolisme normal, polusi, tekanan O yang tinggi, radiasi, kimia, dan obat-obatan. Konsentrasi antioksidan yang rendah dalam darah (vitamin A, C, dan E) mengakibatkan meningkatnya stres oksidatif. Menurut hasil penelitian yang sama, sekadar mengonsumsi vitamin C memang memperbaiki kadar vitamin C dan A, tetapi tidak memperbaiki kadar SOD. ”Vitamin bekerja dengan lebih baik jika dikonsumsi sebagai satu kesatuan dengan zat gizi mikro lain,” ujarnya. Sebagai contoh, vitamin C menyumbangkan elektron ke dalam reaksi biokimia intraseluler dan ekstraseluler sehingga mampu menghilangkan senyawa radikal. Di samping itu, vitamin C juga diperlukan dalam regenerasi vitamin E teroksidasi. Vitamin E dikenal sebagai antioksidan yang mampu menghentikan rantai reaksi radikal bebas. Namun, dengan menyumbangkan hidrogen, vitamin E sendiri menjadi radikal. Hanya saja, radikal vitamin E lebih stabil. Vitamin E teroksidasi yang terbentuk itu dapat diregenerasi kembali oleh senyawa pereduksi seperti vitamin C sehingga vitamin E dapat berperan kembali di dalam memutus rantai radikal bebas. Lantas siapa sajakah yang memerlukan suplemen pangan? Mengutip keterangan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Rimbawan mengatakan, banyak kalangan yang membutuhkan suplemen pangan, yakni anak-anak, ibu hamil dan menyusui, wanita usia subur, serta lansia membutuhkan suplementasi jika tidak mampu memenuhi kebutuhan zat gizi mikro dari makanan. Kelompok lain yang biasanya membutuhkan suplementasi ialah pengonsumsi alkohol berat, perokok, mereka yang terkena penyakit infeksi, dan individu yang terpapar stres oksidatif. Perempuan termasuk rawan terhadap stres oksidatif. Berdasarkan data WHO, wanita pekerja merupakan kelompok wanita usia subur yang rawan terkena masalah kurang gizi mikro. Selain disebabkan oleh stres, baik stres lingkungan maupun karena beban kerja, wanita juga mengalami menstruasi secara berkala serta cenderung berdiet. Dokter ahli kardiologi Djoko Maryono mengatakan, orang dengan permasalahan pembuluh darah dan diabetes juga cenderung membutuhkan tambahan vitamin dan mineral. ”Radikal bebas merusak pembuluh darah sehingga terjadi penuaan pembuluh darah. Kerusakan biasanya ditandai dengan penyempitan dan penggumpalan,” ujarnya. Belakangan, vitamin dan mineral antioksidan menjadi salah satu terapi potensial bersama-sama dengan diet rendah lemak, terapi obat statin, olahraga, dan berhenti merokok. Beberapa studi klinis telah dilakukan untuk melihat peran vitamin E, C, dan beta karoten serta kaitannya dengan fungsi lapisan pembuluh darah. Zat gizi mikro idealnya diperoleh dari sumber alami. Namun, dalam kondisi tertentu, terkadang asupan tidak memadai sehingga dibutuhkan tambahan. ”Untuk suplemen, konsumsi harian tidak boleh berlebihan. Di Indonesia, terdapat batas konsumsi harian dari Badan Pengawas Obat dan Makanan,” ujarnya. Adapun penggunaan vitamin dan mineral untuk terapi yang biasanya dalam dosis tinggi harus di bawah pengawasan dokter Indira Permanasari -kompas.com
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...